1
|
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan reproduksi, bukan hanya
menyangkut kesehatan fisik, bebas dari penyakit dan kecacatan, tetapi juga
mengenai kessehatan mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal
yang berkaitan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi. Dalam memenuhi
keinginannya tersebut, baik pria mapun wanita berhak untuk memperoleh informasi
dan mempunyai akses terhadap berbagai metode Kontrasepsi Keluarga Berencana
yang mereka pilih, efektif, aman, terjangkau dan metode-metode pengendalian
kehamilan lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum perundang-undangan yang
berlaku.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam
upaya mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) pada dasarnya mengecu
kepada intervensi stragis “Empat Pilar Safe Motherhood”. Dewasa ini program
Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pertama, telah dianggap berhasil
(Saifuddin, 2002). Program Keluarga Berencana (KB) adalah bagian yang terpadu
(Integral) dalam program pembangunan Nasional yang bertujuan untuk turut serta
menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk
Indonesia (Depkes RI, 1999)
Beberapa hal yang dapat mendukung
terwujudnya gerakan KB nasional pada tahun 2003 adalah bahwa lebih dari 198.012
orang wanita (67,53%) berstatus menikah pernah menggunakan salah satu alat
kontrasepsi dan sekitar 1.782.108 orang wanita (51,66%) berstatus menikah
sedang menjadi peserta KB aktif (Badan Pusat Statistik, 2003) Pada
pelaksanaannya program KB nasional digunakan untuk menunda kehamilan,
menjarangkan kehamilan dan menghentikan kehamilan atau kesuburan. Salah satu
alat kontrasepsi yang efektif bisa menunda atau menjarangkan kehamilan adalah
dengan menggunakan kontrasepsi IUD. Kecenderungan pendududk Indonesia dalam
memilih alat kontrasepsi yang bersifat praktis dan efektif tinngi seperti IUD,
meskipun sebagian besar penggunaan metode ini mempunyai efek samping (Hartanto,
2003)
Akses terhadap pelayanan Keluarga
Berencana yang bermutu merupakan suatu unsur penting dalam upaya mencapai
pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana yang tercantum dalam program aksi
dari international Conference On
Population and Development, Kairo 1994. Secara khusus dalam hal ini
termasuk hak setiap orang untuk memperoleh informasi dan akses terhadap
berbagai metode kontrasepsi yang aman, efektif terjangkau dan akseptual
(Winkjosastro, 2007).
Pelayanan yang berkualitas semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap
kesehatan, termasuk KB dan Kesehatan Reproduksi. Oleh karena itu, pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi tidak lagi hanya beriorentasi pada pencapaian
kuantitas peserta KB, tetapi harus pula beriorentasi pada pemenuhan permitaan
masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas.
Pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi diarahkan untuk memaksimalkan KB dirumuskan sebagai upaya
peningkatankepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Keluarga berencana adalah salah satu
usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan memberi nasihat perkawinan,
pengobatan kemandulan, dan penjarangan kehamilan. KB merupakan salah satu usaha
membantu keluarga/individu merencanakan kehidupan berkeluarganya dengan lebih
baik, sehingga dapat mencapai keluarga yang berkualitas (Bahiyatun, 2009).
Data
Dari BKKBNKonawe Selatan yang menggunakan alat kontrasepsi pada tahun 2008.
Akseptor yang menggunakan IUD 56 orang, MOP 39 orang, MOW 39 orang, Implant 499
orang, Suntik 2828 orang, Pil 2646 orang, Kondom 70 orang. Dan jumlah
keseluruhan yang menggunakan KB Tahun 2008 adalah 6.177. Data kontrasepsi pada
tahun 2009. Akseptor KB yang menggunakan IUD 49 orang, MOW 698 MOP 237. Kondom
241 orang, Implant 5,122, Suntik 13,067, Pil 14,898. Dan jumlah keseluruhan
yang menggunakan alat kontrasepsi adalah 6.177
Kondisi
sekarang yang menjadi persoalan yaitu, masyarakat lebih memilih kontrasepsi
suntikan KB dan pil di bandingkan IUD, padahal IUD merupakan alat kontrasepsi
yang efektif dan aman, serta angka kegagalan lebih rendah yang di guna kan
dalam jangka waktu sepuluh tahun sekali pasang.Data dari Puskesmas Benua
Kecamatan Benua tahun 2013. Akseptor yang menggunakan IUD 145 orang.
Data-data
di atas memperlihatkan kurangnya pemakaian alat kontrasepsi IUD. Oleh karena
itu, peniliti tertarik untuk meniliti masalah
KB IUD dengan judul. Karakteristik akseptor KB IUD di Puskesmas Benua Kecamatan
BenuaTahun 2013
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut. Bagaimana karakteristik
akseptor KB IUD di Puskesmas Benua
Kecamatan Benua Kab. Konawe Selatan Tahun 2013?.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui “Karakteristik Akseptor
KBIUD Puskesmas Benua Kecamatan Benua Kab.Konawe Selatan Tahun 2013”.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik
akseptor KB berdasarkan umur Ibu di Puskesmas
Benua Kecamatan Benua
Kab. Konawe Selatan
b. Untuk mengetahui
bagaimana karakteristik akseptor KB berdasarkan pendidikan
di Puskesmas Benua Kecamatan Benua Kab. Konawe Selatan
c. Untuk mengetahui
bagaimana Karaktreistik akseptor KB berdasarkan paritas di Puskesmas Benua Kecamatan benua Kab.Konawe Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1.
Merupakan
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di politeknik kesehatan kendari
jurusan kebidanan
2.
Menjadi
bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan program pencegahan keluarga
berencana.
3.
Sebagai
bahan masukan dalam menambah pengetahuan masyarakat tentang manfaat dan dampak
serta efek samping dari kontrasepsi IUD.
untuk lebih lengkapnya silahkan download di:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar